Udah lama gue ga buat cerita yang serius. Kali ini gue mau nyoba
lagi buat cerita yang serius. Cerita yang menyangkut paut kan tentang perasaan.
....
Aku masih disini. Duduk diam hanya menatap ke arah yang sama selama sekian lama.
Aku tau aku bukan apa apa bagi dunia. Bukan seorang pilot yang
terbang mengelilingi indahnya dunia. Bukan seorang miliarder yang memiliki
gudang uang. Aku adalah aku yang hanya setia mengejar mu tanpa mengenal kata
lelah.
Perkenalkan namaku Rama. Seorang laki laki yang duduk di kelas 2
SMA. Tubuhku tidak terlalu tinggi namun cukup tinggi untuk seorang laki laki.
Aku memakai kacamata dan rambutku selalu berantakan. Entah kenapa aku malas
untuk merapihkan rambut . Seperti biasa aku selalu duduk dipendopo sekolah
untuk melihatnya latihan teater setiap hari Jumat.
Dia adalah perempuan yang aku suka sejak saat kami berdua bertemu.
Lama sekali kami bertemu namun aku tak pernah bosan tuk melihatnya melulu.
Wajah kearab araban dengan kulit seputih kapas walau sesekali berubah menjadi merah
seperti apel dan lesung pipi yang melingkapi pipinya yang tirus. Tubuhnya yang
kecil membuatnya dia terlihat imut. Dan rambutnya tak terlihat tertutup oleh
jilbab. Bulu matanya lentik dan alis yang tebal membuatnya dia terlihat
sempurna dimataku. Selalu sempurna. Dan tak akan pernah padam. Perempuan
tersebut bernama Ira.
Kami bertemu saat masih berusia 4 tahun. Saat itu aku baru tau
rasanya suka. Berdebar hebat ketika melihatnya pertama kali. Entah mengapa
perasaan ingin terus mendekat kepadanya namun diri tak berani untuk mendekat.
Akhirnya kuberanikan tubuhku untuk mendekat. Namun saat aku mendekat dia
menghilang selama 10 tahun. Dan aku terus mencari carinya. Pencarian ku
berakhir ketika kami masuk di Sekolah yang sama. Aku menyadari hal itu namun aku
tak tahu dia menyadari hal ini atau tidak. Setidaknya aku bahagia bisa
melihatnya lagi setelah sekian lama.
Walau Dia tidak tahu aku, tapi aku selalu tau dirinya.
"Lo ngapain di pendopo terus? Engga bosen cuman duduk bengong
ngeliatin orang eskul? " diam ku terkagetkan oleh salah satu anggota
teater. Aku menjawab dengan lirih " engga apa apa kok. Gue demen aja sama
dunia teater makanya gue ngeliat eskul teater terus" jawabku seada adanya
dan hanya sekedar karangan.
"Kenapa lo ga ikutan aja? Agar lo lebih mendalami dan
mencintai dunia teater ? " tawarannya langsung aku iyakan. Aku ikut eskul
ini hanya untuk bisa mengenalnya lebih dekat lagi.
Sudah waktunya aku berusaha untuk bertindak agar aku bisa
mendapatkan apa yang selama ini aku inginkan.
Sekitar 3 bulan aku masuk ke dunia teater. Aku mulai mengenalnya.
Sosok periang yang kenal dengan semua orang. Selalu ramah kepada orang lain
kecuali diriku. Dia membenciku karna dia ingat bahwa aku adalah temannya yang
mengungkapkan suka dan menangisinya kala itu. Hanya karna hal itu dia
membenciku. Hanya karna aku menyukainya dan dia membenciku. Apa karna itu dia
membenciku?
Selama 3 bulan aku mengikuti eskul teater. Tak pernah satu haripun
terlewat untuk tidak bertengkar dengannya. Seolah aku senang untuk bertengkar
dengannya namun aku juga sedih tidak bisa membuat dirinya tertawa lepas.
"Ra kenapasih kita berantem terus. Marahan mulu. Ada salah
apa gue sama lo? Gue kan udah minta maaf" rujuk aku kepada ira yang sedang
berjalan cepat menuju rumahnya. Aku membuntutinya untuk sekedar mendapat waktu
berdua. Namun ia berjalan cepat seolah menghindariku. " apaansi lo
lebay" ketusnya membuatku sebal. Selalu begitu membuatku bosan dan ingin
pergi dari dirinya.
Namun hati tidak pernah mengizinkan.
Aku tak mengerti sifat wanita. Saat pertama kali aku memberinya
hadiah dia tersenyum lebar penuh akan bahagia kini dia murung dan benci padaku
tanpa ada alasan yang jelas. Dan perasaan benci dia pun juga tertular kepadaku.
Aku berusaha untuk melawan perasaan itu namun aku selalu gagal. Hingga aku
bosan kepadanya. Inginku selesaikan semuanya.
"Ra apaansi jalan cepet amet. Ra seandainya gue udah ga ikut
teater atau gue pindah sekolah lo sedih ga? " ujarku sambil terus
mengejarnya. "Bodo amat" dua kata perusak moodku saat itu juga. Dia
langsung berjalan cepat meninggalkanku, Setiap kukejar , dia mempercepat
jalannya bahkan sesekali berlari lari kecil menghindari diriku yang terus
mengejarnya. Entah aku tak pernah mengerti dirinya.
Tak peduli dia sedang berlari , aku terus mengejarnya hingga ia
mau berbicara denganku. Kukejar dia dan kutarik tangannya hingga badannya
menghadapku. Kemudian aku berbicara dengan menatap matanya. Namun ia tidak
berani menatap mataku, dia membuang pandangannya seolah ada hal yang ia
sembunyikan.
“Ra gue suka sama lo, dari awal gue ngeliat lo sampai detik ini
gue masih suka sama lo. Udah bertahun tahun gue suka sama lo dan cari lo walau
kadang gue tau hasilnya nihil. Disaat gue udah berani untuk mengungkapkan
semuanya lo malah gini. Malah gapeduli, padahal gue tau lo suka kan sama gue?”
Ira diam. Namun dia tidak berontak untuk melepaskan genggaman
tanganku. Seolah dia menikmati genggaman tanganku, kemudia dia menjawab
pertanyaanku dengan ketus “Sok tau lo”
Disaat ingin serius pun dia masih saja menjawab seperti itu.
Jawaban yang menyebalkan.
Kemudian dia melepaskan genggamanku dan berlari. Tubuhku dengan
sendirinya mengikuti kemana dia pergi. Akhirnya aku bisa mengejarnya. Kami
berhenti di tempat pertama kami bertemu. Di sebuah lapangan tenis dengan dua
buah ayunan berdampingan. Ira duduk di salah satu ayunan begitupun juga diriku.
Sekali lagi Aku tak mengerti tentang sifat wanita. Dia seakan sengaja
mengarahkan ku ketempat kenangan kami ada.
“Lo sengaja berhenti disini ra?” Tanyaku sambil mengatur napas
sambil menggerak gerakan kaki agar ayunan bergerak. Ira tidak peduli dengan
pertanyaanku. Hanya suara hembusan angin sore yang terdengar. “Ra gue nanya,
mau lo apasih?”
Ira melirik ku dan menjawab dengan tegas “gue mau….” Ucapannya
terputus. Lalu dia melanjutkan ucapannya “Gue mau lo menjauh dari hidup gue.
Fuck off !!” Sekarang nada dia meninggi. Dan emosi gue juga naik.
“Gak akan gue menjauh dari lo. Kalo gue mau menjauh dari lo lebih
baik gue lakuin sejak dulu”
“Lalu mengapa lo gak ngungkapin rasa lo dari dulu? Malah bersikap
seperti gue engga ada? Malah bersikap bahwa diri gue hanya lukisan yang hanya
bisa dilihat. Kenapa lo gak dari dulu aja ungkapinnya? Dikala gue udah kesal
banget sama sikap lo. Lo malah balik.” Nada tinggi Ira berubah menjadi nada
rendah. Suaranya menjadi rendah namun serius.
“Karna gue selalu takut untuk mengungkapkannya. Gue takut ngomong
sama lo. Gue takut ngeliat mata lo. Gue takut untuk melihat lo secara dekat.
Gue takut ada di dekat lo. Namun takut gue beda ke lo. Gue takut tapi ingin
dekat sama lo. Tapi gue takut , karna perasaan takut gue membuat gue ganyaman
ada disamping lo. Ketika gue paksa hasilnya malah tambah parah. Lo benci gue “
Balas gue sambil melihat mukanya yag berubah merah merona.
Ira menarik nafas dan menahan air matanya mengalir. Kemudian dia
menjawab pertanyaan ku “Gue selalu suka sama lo. Gue tau kok lo masuk teater
karna gue. Gue tau lo selalu ngeliatin gue dari jauh. Gue juga suka lo ngeliat
gue. Gue suka motret lo diam diam. Tapi perempuan selalu gengsi dan laki laki
gapernah berani untuk mengungkapkannya hingga salah satu dari kita engga tau
perasaan masing masing”
Sungguh realita yang menyedihkan ketika dua orang yang menyukai
satu sama lain namun salah satu dari mereka tidak pernah mau mengungkapkan
hingga perasaan yang mereka punya pu pudar.
Aku rasa sudah saatnya memberanikan diri untuk megakhiri semuaya.
Karna Aku yakin Ira udah siap untuk ku menembak dia “Yaudah maafin gue kalo
gitu, Maaf banget. Ra gue mau ini selesai. Lo mau gak jadi one and only gue.
Mau gak lo jadi pacar gue?”
Aku berharap dia mejawab apa yang telah Aku harapkan bertahu
tahun. Aku yakin dia akan menerimaku dan mengakhiri penantianku selama ini.
Kembali lagi kami terdiam, Dan sekarang Ira menjawab. Tangisannya
pun pecah.
“Maaf ram hati ini udah tertutup buat lo. Sekali lo coba udah
susah buat gue suka lagi sama lo. Kayaknya gue gabisa sama lo dan jangan paksa
gue untuk mencinta apa yag telah hilang. Rasa ini yang telah hilang.”
Ira meninggalkan ku dengan rasa yang telah usai. Dan rasa yang
sedih ditolak oleh orang yang ditunggu bertahun tahun. Aku gagal karna aku tak
berani mengungkapkannya.
Kini hanya aku seorang diri ditempat ini. Ditempat aku memulai
untuk jatuh cinta pertama kali dan ditempat ini aku mengakhiri cinta pertama ku
dengan patah hati.
Aku akan pergi dari hidupmu dan melupakanmu walau sulit rasanya.
Sampai jumpa Ira.
Komentar
Posting Komentar