Langsung ke konten utama

Public Relationship​

Waktu itu gue melihat dua orang. Berpacaran di bus kota, memegang tangan layaknya orang buta. Padahal, mata masih normal. Juga mereka meniru nirukan suara balita.

Kalian pacaran, tujuannya apa?  Sengaja mengumbarkan kemesraan agar dianggap “wah relationship goals” atau memang baru pertama kali pacaran?

Bagi gue yang melihat, hal itu tidak pantas. Untuk orang yang normal, kemesraan tidak perlu diperlihatkan ke khayalak ramai untuk menunjukan seberapa kalian cinta.

Eh tapi nyatanya, seminggu sekali kerjaanya putus. Kemudian nyambung lagi. Bulan depan udah ganti pasangan, posting di instagram membuat sang mantan panas.

Tapi hatinya belom bisa move on.

Ada juga segelintir umat, yang memberitahukan bahwa hubungan mereka sedang retak dengan cara update di sosial media.

Nyatanya, itu malah membuka aib kalian masing masing. Membuka kejelekan satu sama lain. Bilangnya pe*ek” “baji*gan” eh sehari kemudian udah nulis status “I love you so much”

Ga malu sama orang yang melihat? Yang mengharapkan udahan aja biar tidak lagi melihat drama yang ada.

Gue bikin tulisan ini, mengacu pada video yang di buat  Last Day Production yang berjudul “ Public Display of Affection “ video yang memperlihatkan pasangan yang menjual kemesraan dan mempertontonkan drama di tempat umum.

Memang manusia punya emosi. Punya waktu untuk bermanja ria juga bertempur hebat. Namun tidak dilakukan ditempat ramai, karna hal seperti itu terkesan mencari perhatian.

Sebetulnya juga, tidak masalah kalian mengumbar kemesraan. Secukupnya saja. Jangan berlebihan. Orang juga tidak nyaman melihat kalian berdua. Bukannya malah seneng terus bilang waw mereka lucu yah” Engga. Dikit yang ngomong gitu.

Juga mereka yang setiap hari update tentang kegelisahan bersama pasangan. Si cewek update, si cowo gamau kalah. Perang sindir di media sosial. Kenapa ga langsung ketemuan, kemudian selesaikan baik baik.

Jika tidak, ngomong langsung kan bisa. Gaperlu mengirimkan “kata orang” ke dalam status agar dia mengetahui bahwa itu adalah perasaan kita.

Memang perasaan lo  jenisnya sama persis dengan qoute yang dilike?

Memang gengsi. Gengsi untuk bilang kalau hati sedang gundah. Tapi menurut kalian bahasa “Kata orang” bisa membuat dia mengerti lalu berubah. Memang bisa.

Namun apa kalian puas terhadap perasaan yang disampaikan melalui qoute, bukan dari bibir?

Menebar kebahagiaan boleh, tapi kalian mesti mengerti bagaimana situasi dan frekuensi. Orang juga akan jenuh melihat kalian yang terus terusan menebarkan kebahagian dalam pola yang sama. Yaitu, pacaran.

Menurut gue, hubungan itu diam diam. Tidak perlu kalian teriakan bahwa kalian punya pacar. Dibuat pengumuman di media sosial bahwa kalian tidak sendiri lagi.

Biarkan dia diam dalam perasaan. Karna timbal balik perasaan secara diam diam akan menjaga kualitas hubungan. Bukan berarti hubungan yang ditunjukan tidak memiliki kualitas.

Cuman gue mikir, kalau hubungannya diam diam. Kalau marah diselesaikan secara sama sama bukan mengikutsertakan pembaca yang melihat isi curhatan.

Maka marah akan lebih cepat reda, karna kita akan dimengerti oleh pasangan. Coba kalau di perlihatkan. Kalian bisa malu dan yang tertuju belom tentu tau.

Jadi, biarkan perasaan sayang diketehui oleh kalian berdua. Bukan manusia banyak. Memang yang punya hubungan siapa. Mereka atau kalian?

Komentar