Langsung ke konten utama

Universitas Dengan Kebimbangan


Sudah lama yah  gue tidak menulis sesuatu yang serius semenjak kuliah. Huft! Kuliah desain melelahkan, penuh dengan gambar dan konsep kemudian perlu berkutat di depan komputer berjam jam untuk membuat satu tugas. Namun lebih berkesan dibanding harus mengerjakan 10 soal essay matematika. Apalagi integral.

Gue gabisa gambar, gambar gue cemen. Levelnya sebanding dengan anak sd yang eskul menggambar dan gambarnya hanya dua buah gunung disertai matahari ditengah lalu dilengkapi oleh sawah. Sebuah template gambar sd jaman gue dulu. Gatau sekarang, mungkin gambar Boy william naik unta.

Sudah setahun tidak berbagi disini, padahal blog adalah tempat belajar menulis pertama kali. Dengan sentuhan humor acak atau dengan sindiran halus mengenai kamu, kehidupan dan kita. Walau tiga postingan terakhir dinodai oleh lomba blog yang sekarang musnah karena menganggu estetika blog.

Haha. Panjang sekali pembukaan kali ini, biasanya hanya satu paragraf. Dan marilah saya bercerita sebagai laki laki berumur 18 tahun bukan lagi seorang remaja yang pertama kali membuat blog di umur 13 tahun.

Kuliah begitu melelahkan walau pelajarannya lebih menyenangkan dibanding sekolah karena di jurusan ini gue lebih mengenal apa yang disuka. Sebuah seni bukan eksak. Juga tidak memaksakan kehendak untuk masuk ke universitas paling populer di Indonesia. Hanya memilih Perguruan tinggi yang tidak populer namun sejalan dengan kemauan sehingga cita cita tertata.

Walau terkadang masih ada hasrat untuk mencoba tiap kala seorang teman mempamerkan almamater mereka. Merasa bangga akan nama kampusnya dan berbahagia karena bisa menjadi penerus dari sejarah yang ditinggalkan para alumni. Mereka sudah selangkah didepan, menurut gue saat itu.

Mereka sudah memasuki apa yang mereka mau namun entah apakah mereka paham tentang pilihan itu? Atau hanya memilih berdasarkan nama namun tidak realita jurusan. Sehingga ketika semester dua berjalan, ada hasrat untuk hengkang karena merasa tidak sesuai dengan kemampuan.

Menyesali kenapa memilih karena nama besar bukan karena keinginan dan bakat diri.  Akhirnya memutuskan untuk pindah dan mencoba lagi, ketika  berhasil masuk. Menjadi maba kembali, mereka baru sadar bahwa telah membuang waktu satu tahun sia sia.

Saat itu gue berpikir cetek, mereka sudah lebih maju. Sudah dipandang hebat oleh publik. Namun gue tetap berbangga diri terhadap apa yang telah terjadi. Tidak seperti orang lain yang berharap masuk ke kampus populer, gue lebih menginginkan masuk ke jurusan yang sesuai dengan bakat diri. Memang kebanggan publik bisa dipamerkan, namun bersifat sementara. Sedangkan bakat yang terus diasah akan tetap ada sampai kapan pun juga.

Masih ingat satu tahun lalu gue berjuang untuk mendapatkan bangku di perguruan tinggi, les sana sini dan tidak tahu mau masuk jurusan apa. Hanya takut gagal dan mengecewakan kedua orang tua. Setibanya ditempat les, gue gapernah serius. Datang setiap jam pelajaran kedua dan kadang tertidur pulas ketika guru sedang menjelaskan materi SAINTEK.

Gue kurang pintar masalah eksak dan tidak menikmatinya sehingga seluruh pelajaran tersebut hanya terlintas sebentar lalu keluar. Disaat guru BP menerangkan tentang perguruan tinggi berserta jurusannya, tidak ada yang gue minati. Kata temen sebangku gue, saat kembali bertemu di rumahnya “Lu dulu pas guru BP nerangin PTN mah gapernah peduli, baru pas tau ada jurusan desain. Lu mulai giat dan cari tahu, PTN mana yang ada jurusan desain tapi lokasinya di jakarta”

Yap! Dulu gue memang tidak peduli tentang bakat diri dan passion yang dimiliki. Hanya mengikuti arus teman teman yang ingin masuk ke jurusan dengan prospek kerja tinggi berserta nama besar kampus tersebut. Kemudian setelah memasukinya, gue akan bangga di awal tapi akan merasakan neraka hingga wisuda.

Karena tidak sesuai dengan mimpi, kemampuan dan kemauan. Sehingga hanya akan membuat gue malas untuk masuk kelas, tidak mengerti apa yang dijelaskan dan hanya menerima selembar kertas ijazah tanpa ada ilmu yang melekat.

Memasuki Jurusan Desain Grafis juga seperti bunuh diri bagi gue pribadi. Karena tidak bisa menggambar sama sekali, namun sangat menyukai dunia kreatif apalagi gue memiliki kemauan untuk belajar dan berlatih.

Yah walau jurusan gue adalah Desain Grafis konsentrasi Multimedia yang memungkinkan untuk tidak setiap hari menggambar, tapi tetap saja gue keluar dari zona nyaman. Bertemu dengan teman teman yang sudah handal menggunakan aplikasinya dan jago mengambar. Sementara gue tidak mengerti apa apa hanya membawa pelajaran eksak yang tidak masuk ke otak.

Tapi dengan kemauan yang kuat, gue mulai mendapatkan hasil yang memuaskan. IPK yang bagus, bisa menghasilkan uang jajan sendiri dan dapat mencari pekerjaan freelance dengan bayaran di atas ratusan ribu . Padahal gue gabisa gambar, berasal dari SMA jurusan IPA yang tidak mempelajari gambar dan aplikasi desain. Namun masih bisa survive bahkan menghasilkan uang.

Semua tergantung dengan kemauan. Kita bisa kalau berusaha, tidak perlu iri dengan apa yang mereka punya padahal apa yang sudah ada lebih indah dibanding kepunyaan mereka. Hanya saja mereka pandai untuk mensyukurinya dan kita hanya merasa kurang terhadap apa yang dipunya.

Jadi buat apa menyesali pilihan, mungkin itu adalah rencana tuhan untuk membuat akhir yang lebih indah. Sehingga kalian tidak henti hentinya untuk bersyukur kepadaNya. Tidak perlu lah kalian risau berada ditempat yang kurang hebat, buatlah tempat itu hebat atau setidaknya buatlah diri kalian menjadi hebat denga kemaun yang kuat.

Bukan Universitas yang menentukan kesuksesan seseorang. Tapi niat yang kuat untuk berusaha mengubah diri agar bisa menjadi pribadi dengan derajat yang tinggi. Tidak perlu menyesali pilihan dan keberadaan kalian di Universitas tersebut karena mungkin itu sudah takdir tuhan untuk membuat kalian lebih bahagia.

Komentar