Langsung ke konten utama

Kembali Bertemu Di Kedai Kopi

Beberapa hari yang lalu gue pergi ke salah satu kedai kopi yang bernama Janji Jiwa. Gue tau, bagi kalian editor semua, kata-kata yang gue keluarkan benar-benar tidak efektif.

Di Janji Jiwa gue memesan satu buah Latte dan menikmatinya sendirian, entah kenapa jalan sendirian itu asik sembari memasang earphone dan membaca buku "Mindset" Yang belum gue kelarkan.

Sembari menikmati Latte, gue membaca halaman perhalaman. Tidak ada yang menarik, bahasan bukunya berat membuat gue harus berpikir untuk dapat mencerna kata yang ada di dalamnya.

Tiba-tiba datang seorang perempuan, mari kita sebut namanya Dina, salah seorang yang pernah dekat sama gue selama tiga bulan.

"Eh Erlangga, sendirian aja?" Dina adalah wanita yang hebat. Jarang-jarang dong ada cewek yang nge-greet cowok duluan, mantan gebetannya lagi.

"Dina, apa kabar?" Gue melepas earphone dan membiarkan buku tetap terbuka kemudian menjabat tangan Dina, masih sama seperti terakhir kali kami berpegangan tangan. Halus.

"Sendirian aja?"

"Hahaha iya, lo?"

"Sama! Bentar gue mesen dulu yah" Dina menuju kasir dan memesan. Perempuan berambut panjang berwarna cokelat alami yang saat itu dikuncir. Kulit kuning langsat, berserta mata sayu yang teduh dan bibir yang penuh, kurang lebih Dina begitu.

Dia tidak tinggi, namun dia sering ke salon untuk melakukan perawatan rambut yang banyak macamnya. Gue tahu, ini tidak nyambung antara rambut dan tinggi badan.

" Lo dimana sekarang Din?"

"Di Trisakti, btw kumis lo dicukur?"

"Haha iya, gerah punya kumis panjang-panjang"

"Lo kata rambut"

Setelahnya kami berbincang banyak, mulai dari bagaimana dulu kami pertama kali bertemu, sedikit kikuk dan ditemani oleh hening.

Berlanjut di pertemuan selanjutnya, kami mulai berbicara banyak, namun sayang gue sama Dina ga berakhir bersama karena dia yang memiliki prinsip untuk tidak pacaran. Yah salah satu alasan menolak yang paling halus.

Walau gue tahu, sudah tiga tahun dia menjomblo. Perlu kalian ketahui juga, Dina dahulu adalah wanita yang tidak gue suka. Sifatnya yang judes dan galak membuat gue kadang ingin mundur secepatnya.

Setiap kali ketemu dia, sebelum dekat, selalu saja memasang muka ketus walau gue tahu mukanya memang seperti itu.

Pandangan pertama gue ke Dina, dia adalah manusia yang sangat menyebalkan, bukan karena kami sudah mengenal namun berasal dari berbagai cerita teman yang menjelekkanmya. Mukanya juga menyebalkan, selalu terlihat seperti membenci orang yang ditatap.

Kami berdua berbincang, menceritakan banyak hal. Gue baru tahu bahwa dia melanjutkan hobinya yaitu menyanyi dan sudah membentuk band. Sementara dia baru tahu kalau gue suka buang air besar di pasir saat senggang.

Kami bernostalgia, menceritakan kejadian lampau. Menceritakan penyesalan kenapa gue yang berubah setelah mengutarakan perasaan, kemudian dia juga bercerita bahwa sedang dekat dengan seorang laki-laki, namun dia benci laki-laki tersebut.

Karena jarak.

Ia bilang, " Gebetan gue ada di bandung Er, sementara gue di Jakarta. Ga enak banget gitu. Ketemu susah. Ga ketemu gusar. Ingin rasanya meninggalkan, tapi sukar"

"Kenapa sukar meninggalkan dia?"

"Yah gatau, karena nyaman mungkin?"

"Lantas kenapa dulu saat gue tinggal, lu malah yaudah?"

"Haha gatau, kenapa bahas dulu-dulu?"

"Pingin saja, hahaha mungkin gue tahu jawaban kenapa lo dulu nolak gue secara halus"

"Kenapa?"

"Karena ga nyaman"

"Hahaha ga gitu?"

"Lantas apa?"

"Gatau"

"Yaudah itu jawaban paling valid" Gue terkekeh pelan, mengaduk Latte yang tinggal setengah. Menutup buku dan bilang " Udah malem, saatnya gue pergi. Tetap berjuang sama yang ada di Bandung, jangan asal cabut. Siapatau dia orang yang balik bagus"

"Hahah iya, hati-hati dalam perjalanan"

"Iya, lo juga"  Gue berdiri dan membuka pintu, melongos keluar dan menujur parkiran untuk mengambil motor yang terdiam.

Sudahlah, itu telah kejadian. Ada baiknya untuk melupakan dia yang pernah singgah, toh semuanya akan kembali indah jika kita percaya dan terus berusaha memperbaiki diri.

Hanya saja suka menyesal, kenapa membuang waktu sama orang yang tidak mau. Harusnya cepat dicut dan dipindahkan ke orang yang ingin bersama kita.

Lagipula, sudahilah. Waktu telah berjalan.

Komentar