Photo by Fabio Santaniello Bruun on Unsplash |
Membandingkan dirimu dan yang lain. Bahkan segala macam apapun diusahakan dan doa dimunajatkan. Aku sadar, kamu gak akan pernah kembali.
Tangismu kala itu, kalimat yakin mu malam itu. Genggaman erat dan kuat seakan gak mau lepas. Bahkan sadar, tulisan ini hanya obat patah hati.
Jika kamu masih ingat, caraku berdamai dan menyembuhkan perasaan adalah kembali menulis.
Menelisik lagi, mengenai perasaan yang menggantung dan manyakitkan setelah ditinggal pergi.
Senyum mu masih terngiang dalam pikiran. Beragam sikap dan sifat, selalu saja. Kayanya susah dapat yang baik seperti mu.
Sayang, semuanya sudah ku bakar dan kau pun sama. Kita udah bakar semua jembatan untuk bisa kembali bersama.
Mau gimana aku berteriak, kamu tidak akan pernah kembali.
Sampai tua pun, aku selalu takut. Takut selalu mengingatmu. Ku harap, semuanya berhenti. Hingga aku mendapatkan pengganti. Gapapa gak lebih, setidaknya dia bisa mengobati.
Walau harapannya, harus yang lebih baik yah.
Masih ingat, senyum dan rangkulanmu setiap jalan di atrium Senen. Sekarang, semuanya menghilang. Aku harus jalan sendirian.
Berharap ada rangkulan itu lagi. Maaf yah kalau sempat menyakiti. Mau sejuta orang bilang kamu jahat, pun sama di mulutku bilang begitu.
Perasaan ga pernah bisa bohong dan berdusta.
Bahwa aku masih memikirkan kamu.
Komentar
Posting Komentar