Langsung ke konten utama

Putari Jalanan Takdir Kehidupan

Photo by Rifki Kurniawan on Unsplash

Kala itu, November. Aku ingat. Ketika memutari Sudirman, melihat gedung tinggi. Merasa dunia milik berdua.

Kamu bilang "boleh peluk" di belakang motor, aku jawab "iya peluk aja"

Memeluk erat, pertama kali aku dipeluk manusia. Oh jadi begini yah rasanya nyaman. Aku tersenyum kecil, kamu tidak melihat tapi aku tahu, sepiku selama ini akan menghilang.

Aku perkenalkan satu per satu itu gedung apa. Kamu tersenyum, mendengarkan di belakang motor. Memakai baju belang Oren, Putih, dan Hitam. Berserta kerudung berwarna krem dan celana bahan berwarna hitam.

Bahkan setiap detail masih aku ingat. Bau hujan yang berhenti mendadak, kamu yang mengharapkan dering telepon dekat circle K. Di kala itu, kita sadar. Mungkin inilah persimpangan takdir.

Dimana kamu mengharapkan aku menghubungi dan ternyata benar aku hubungi.

Sekarang, aku harap kamu kembali. Namun semesta sudah sangat menentang sepertinya.

Sudirman kita putari dua kali, sembari bergumam "bisa gak yah suatu hari, kita bisa berada di salah satu gedung tinggi"

Beberapa bulan kemudian, semuanya tersampaikan. Kamu berada di daerah SCBD dan aku di Kuningan. Melihat gedung menjulang tinggi satu sama lain. 

Aku fotokan gedung mu dari lantai 36. Sekarang, kamu sudah tidak disana. Aku terkadang masih melihat gedung mu dalam tatapan hampa.

Berharap, persimpangan takdir kembali bergerak. Kamu menelepon ku, ketika aku melihat gedung itu 

"Halo Er, aku minta maaf. Bisa semua kita perbaiki?"

Nyatanya. Semua hanya ada dalam khayalan. Aku sadar. Kamu tidak akan pernah kembali.

Jika bisa kembali, jalan yang dilalui terlalu berat dan tajam.

Cuman, aku mau melakukan itu. Walau perih untuk kembali, asal kamu berjanji. Mau berubah. Hatiku akan mau menerima.

Gapapa, jijiklah jika suatu saat kamu membaca. Aku sadar juga, tidak akan kamu membaca ini semua. Toh, semua buku yang kamu beli tidak pernah selesai kan?


Komentar